ARAHANNEWS - Generasi muda di China menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka. Laporan dari CNA menjelaskan bahwa pencari kerja sering kali tidak menemukan pekerjaan yang relevan dengan jurusan yang mereka ambil selama kuliah. Salah satu contohnya adalah Hu Die, seorang lulusan desain berusia 22 tahun, yang merasa peluang kerja sangat buruk dan akhirnya tidak mengejar posisi yang diinginkannya.
Li Mengqi, sarjana teknik kimia berusia 26 tahun, telah menganggur selama delapan bulan karena tidak dapat menemukan pekerjaan sesuai jurusannya. Demikian pula, Chen Yuyan, lulusan dari Guangdong Food and Drug Vocational College, terpaksa bekerja sebagai petugas sortir paket meskipun memiliki pendidikan vokasi. Ia merasa kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak karena banyak lowongan pekerjaan yang mempersyaratkan pengalaman yang tidak dimiliki oleh lulusan baru.
Zak Dychtwald, pendiri Young China Group, menunjukkan bahwa kasus-kasus ini mencerminkan krisis di pasar kerja China, di mana ada ketimpangan antara usaha yang dilakukan selama kuliah dan kesempatan kerja yang tersedia setelah lulus. Meskipun lulusan dari sekolah-sekolah elit dan jurusan yang banyak dicari seperti automasi dan AI, mereka masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai akibat persaingan yang meningkat.
Kondisi pasar kerja yang memburuk telah melahirkan istilah "anak dengan ekor busuk", menggambarkan sarjana muda yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua. Istilah ini merujuk pada proyek perumahan yang mangkrak dan mencerminkan beban ekonomi yang dihadapi China. Eli Friedman, profesor di Cornell University, menyoroti adanya perubahan budaya yang mempengaruhi pandangan generasi muda terhadap pekerjaan.
Pembeda dengan generasi sebelumnya, sarjana muda kini lebih memilih tidak menerima pekerjaan yang berkualitas rendah bahkan di tengah tekanan ekonomi. Mereka cenderung enggan memulai usaha kecil untuk membangun bisnis. Fenomena ini disebut "merunduk" atau tangping, di mana generasi muda memilih untuk mundur dari kompetisi kerja yang sangat ketat dan tidak mau menerima sembarang pekerjaan karena kecewa dengan cara karir tradisional.
Zhou dari University of Michigan mengamati dampak psikologis dari pengangguran berkepanjangan, yang dapat menghilangkan martabat dan tujuan hidup bagi para lulusan. Tahun ini, jumlah lulusan universitas di China diperkirakan mencapai 12,22 juta orang, dan pemerintah China menyadari perlunya solusi mendesak untuk mengatasi tantangan lapangan pekerjaan.
Narasumber https://arahannews.blogspot.com/